Hei Mampie, Kami Datang, Ayo Bangun (Surga Ekowisata) – Bagian 3 |
![]() |
oleh Askar Al Qadri |
Kamis, 19 Januari 2017 23:53 | Tampil : 852 kali.
|
Saat ini, mungkin Mampie sedikit bersedih akibat abrasi hebat yang melanda daerah di sekitarnya, terutama pada wilayah bibir pantai. Akibat terjangan ombak keras ini nampak sangat jelas terlihat kerusakan di Wisata Pantai Mampie. Beberapa foto yang cukup fenomenal menampakkan kerusakan akibat abrasi ini, sempat di abadikan Kanda Yusri Mampie dalam akun Facebook miliknya pada tanggal 17 januari 2017. Di sana terlihat jelas Aula dan beberapa gazebo hancur akibat abrasi ini. Lebih prihatin lagi melihatnya, ketika merunut masuk kedalam kolom komentar kiriman Kanda Yusri Mampie, yang mengatakan, “Dulu ban itu berada di belakan gasebo, sekarang udah habis.” Menunjukkan begitu hebatnya terjangan abrasi sampai meluluhlantahkan sebagian properti yang berdiri di sekitaran Pantai Mampie. Sontak, kiriman ini pun menjadi buah bibir dan telah beberapa orang yang ikut membagikan kiriman tersebut sebagai tanda keprihatinan terhadap salah satu objek wisata yang populer di kab. Polman. Kenyataan yang kami lihat sungguh di luar dugaan. Ini masih berada dalam kawasa Wisata Mampie. Tepatnya di Dusun Mampie, Desa Galeso, Kec. Wonomulyo, Kab. Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Ternyata Mampie diam-diam menyembunyikan surga ekowisatanya yang menurut pengamatan kami secara langsung setelah puas menikmati, layak menjadi rekomendasi wisata baru bagi Anda yang berkunjung ke Mampie. Setelah rasa penasaran saya dan kawan-kawan dari Komunitas Penggiat Budaya Dan Wisata Mandar (Kompa Dansa Mandar/KDM) terobati dengan mengunjungi dan mengamati secara langsung Ujung Mampie yang bila di lihat kembali melalui citra satelit Google Maps, sangat mirip dengan tungkai penyu. Terlihat salah satu nelayan mengambil beberapa botol berisi bahan bakar premium, lalu berjalan menuju bibir pantai. tak lama setelahnya, Kanda Yusri menyusul. Begitu juga beberapa dari kami, ikut berjalan di belakangnya. Hanya beberapa langkah dari rumah nelayan yang kami singgahi, ternyata kami di ajak kembali ke bibir pantai. Ini adalah rute yang kami lalui untuk menuju ke Ujung Mampie tadi. Di sana masih terlihat beberapa anak-anak dan orang tua berada di atas gazebo masih melakukan aktivitas memancing. Ada yang sedang memasang umpan, melontarkan kail nya ke laut, juga ada seorang anak yang berhasil memancing dan mendapatkan ikan, pemandangan khas tepian pantai. Telah nampak bahwa semoga perahu ini mendatangkan keberkahan baik pemiliknya maupun bagi orang lain yang melihat ataupun naik diatasnya. Ternyata perahu “Balaq-balaq” ini sengaja di siapkan untuk kami. Sebenarnya di sini ada dua perahu. Namun perahu satunya berada jauh dari kami. Di sana juga ada nelayan yang sedang sibuk mempersiapkan perahu tersebut. Jika di lihat sekilas, perahu balaq-balaq ini hanya mampu menampung maksimal 4 orang. Sudah termasuk pengemudi perahu. Mengingat kami yang berjumlah 8 orang (sudah termasuk pengemudi kapalnya), kami pun di bagi menjadi dua kelompok. Satu perahu masing-masing di isi kuota 4 orang. Saya sendiri memilih perahu Pammase ini. Bersama Kak Tom dan Wahyu Amril. Di atas perahu yang sedang berjalan, kami melihat beberapa gazebo di tengah laut. Terlihat seperti rumah, lengkap dengan tiang dan atapnya. Hanya saja ini berdiri jauh dari bibir pantai. Saya lebih nyaman menyebutnya “Rumah-rumah”. Terlihat rumah-rumah di sana sebagian ada penghuninya. Mungkin ini beberapa nelayan yang tinggal di pesisir pantai Mampie. Menjadi bumbu-bumbu manis perjalanan, di setiap kami melalui rumah-rumah itu, nelayan-nelayan di sana melemparkan senyuman ramahnya sambil melambai-lambaikan tangannya kepada kami. Sedikit lesung pipih terlihat ketika Kak Tom Andari dengan senyuman khasnya membalas sapaan beberapa nelayan itu dengan penuh kebahagiaan. Nampaknya ia sangat menikmati trip kali ini. Telunjuk tangan kanannya tidak henti-henti menekan tombol jepret kamera yang ia bawa untuk mengabadikan momen perjalanan kali ini. Dengan sangat hati-hati, dan berusaha agar tidak terlalu bergerak, saya mencoba meraih smartphone di saku celana. Meski agak sedikit sulit, namun saya berhasil meraihnya. Sekedar ikut mengabadikan momen di atas perahu. Karena terlalu asik menikmati perjalanan, di dukung dengan pemandangan langka bagi saya, kami baru sadar kalau ternyata air yang kami lewati sekarang sudah agak berwarna kecokelatan. Dengan pepohonan lebat diantaranya, seolah-olah ini seperti gerbang besar yang sengaja di buat untuk menyambut kedatangan kami. Ini beberapa foto yang saya maksud : Rasa penasaran kembali merasuki saya tentang bagaimana jika perjalanan atau titik kami berada sekarang di lihat menggunakan aplikasi Google Maps? Lagi-lagi, untuk menjawab rasa penasaran sendiri, kembali saya menyalakan data seluler guna tersambung ke jaringan internet.... Bersambung.... Penulis :
Kontak Saya :
|

Tulisan Terbaru
